Creative Parenting : 10 Dibalik Perilaku Anak Yang Terlihat Nakal

Melansir dari laman Psychology Today, berikut ini 10 alasan dibalik perilaku anak yang terlihat nakal :

1. Tidak bisa mengendalikan impuls
Sebuah survey yang dilakukan pada tahun 2016 menunjukkan, orangtua seringkali beranggapan bahwa anak-anak bisa melakukan hal-hal yang belum mampu dicapai oleh anak seusianya. Penelitian tentang otak pada tahun 2009 menyebut, area otak yang berperan pada fungsi pengendalian diri masih belum matang saat bayi lahir dan kematangan terjadi setelah akhir masa dewasa muda (sekitar usia 20 tahunan). Oleh karena itu, kemampuan mengendalikan diri berkembang melalui proses yang panjang dan perlahan.

2. Stimulasi berlebihan
Jadwal harian yang terlalu sibuk, stimulasi berlebih, serta kelelahan bisa memicu perilaku anak yang terlihat hiperaktif atau nakal. Kim John Payne, seorang penulis buku Simplicity Parenting (Pola Pengasuhan Sederhana), menegaskan bahwa anak-anak memiliki tingkat stres kumulatif. Semua karena terlalu banyak aktifitas, pilihan, dan mainan. Perilaku anak akan berkembang lebih baik, saat dia memiliki waktu lebih banyak untuk bermain, waktu tenang, dan waktu istirahat.

3. Kelelahan luar biasa atau marah karena lapar
Orang dewasa bisa mengalami emosi yang meledak karena sangat lapar, atau karena kurang tidur. Hal ini juga memengaruhi perilaku anak berkali-kali lipat seperti dalam mengatur emosi dan perilakunya menurun saat mereka kelelahan.
Anak-anak tidak selalu bisa berkomunikasi dengan orang lain tentang perasaannya  atau membantu dirinya sendiri untuk mengatur emosi menjadi lebih baik. Karena itu, terkadang ia akan berteriak atau menangis, atau malah mengamuk. Bila anak mengalami tantrum, cobalah untuk mencari tahu penyebabnya, apakah ia lapar atau kelelahan. Sehingga bisa mengetahui cara terbaik untuk menenangkannya.

4. Ekspresi dari perasaan berat yang dialami
Orang dewasa telah belajar untuk menyembunyikan emosi, atau menaklukkan emosi negatif yang dia alami. Akan tetapi, anak-anak belum bisa melakukannya. Janet Lansburry, seorang pengajar anak-anak usia dini menyarankan, "Jika anak-anak menunjukkan perasaannya yang kuat melalui teriakan, jeritan, atau menangis. Jangan menghukum mereka, justru biarkan ia mengeluarkan semua emosi kuat tersebut."

5. Kebutuhan untuk berkembang dan bergerak
Anak-anak memiliki kebutuhan untuk banyak bergerak. Sehingga ia sering terlihat berlarian kesana kemari, atau tidak bisa diam. Mereka juga sangat membutuhkan waktu bermain di luar rumah yang menuntut aktifitas fisik.
Saat anak menunjukkan perilaku yang sangat aktif dan energik, jangan memarahinya. Justru orangtua harus mengakomodasi kebutuhannya tersebut dengan mengajaknya ke taman bermain, atau sekedar naik sepeda keliling komplek pun sudah cukup.

6. Mulai mengembangkan kemandirian
Sejak dini, orangtua telah mengajarkan anak untuk menjadi pribadi yang mandiri. Ironisnya, seringkali orangtua tidak memercayai anak untuk mengambil keputusan sendiri dalam urusan sehari-hari. Karena standar yang dimiliki orangtua berbeda dengan anak-anak.
Meski Anda terganggu saat melihat anak membuat keputusan sendiri, biarkanlah mereka. Karena mereka melakukan apa yang selalu diajarkan, yakni menjadi pribadi yang mandiri.

7. Kesulitan beralih fokus
Setiap orang memiliki kecenderungan, saat sedang berfokus pada satu hal, maka dia akan sulit untuk beralih perhatian ke hal lain. Hal demikian juga terjadi pada anak-anak.
Mereka bisa jadi sangat semangat di sekolah, namun kesulitan mengatasi masalah saat dia membuat kesalahan. Karena merasa sudah nyaman dengan apa yang dia lakukan, dia menolak untuk melakukan kegiatan baru.
Mengenali alasan dibalik perilaku anak yang kurang baik sebagai akibat dari kesulitannya beralih fokus, bisa membuat orangtua lebih sabar dan memaklumi tingkah laku anak.
8. Keinginan kuat untuk bermain
Ketika anak menolak untuk tidur, dan justru mengajak orangtua untuk bermain. Saat itu dia sedang memberi sinyal bahwa dirinya membutuhkan waktu bermain lebih.
Dibalik perilaku anak yang terlihat nakal dan konyol, yang sering membuat orangtuanya kesal. Sebenarnya dia sedang mengajak orangtua untuk bermain.
Anak merasa bahagia dengan ikatan yang terjalin, saat bisa berbagi tawa dan kesenangan bersama orangtua. Jika orangtua memiliki cukup waktu untuk bermain dengan anak, mereka tak perlu lagi bertindak konyol untuk menarik perhatian orangtuanya.

9. Reaksi terhadap mood orangtua
Berbagai penelitian tentang pengaruh emosi seseorang terhadap orang lain menunjukkan, bahwa hanya butuh waktu sebentar (milidetik) untuk sebuah emosi kuat menular dari satu orang ke orang lainnya. Bahkan jika orang yang terpengaruh emosi tersebut tidak menyadarinya.
Anak-anak seringkali terpengaruh pada mood orangtua. Emosi negatif seperti stres, tidak fokus, terpuruk atau frustasi sangat mudah ditiru oleh anak. Begitupun ketika orangtua merasa tenang dan damai, anak-anak juga akan ikut terpengaruh.

10. Respon terhadap aturan orangtua yang tidak konsisten
Orangtua yang tidak konsisten dalam menetapkan aturan, bisa membuat anak-anak menjadi frustasi. Saat orangtua mengucapkan janji kemudian tidak ditepati, atau menetapkan aturan yang berbeda setiap hari. Misal, hari ini anak boleh tidur telat tapi besoknya dia harus tidur lebih awal.
Seperti orang dewasa yang tidak menyukai hal-hal tak terduga, anak-anak juga ingin semua hal yang terjadi di dalam hidupnya bisa diprediksi. Bila hal terduga sering terjadi, mereka akan frustasi dan akhirnya mereka akan merengek, menangis, atau menjerit.
Berusahalah untuk selalu konsisten dalam bersikap di hadapan anak. Menerapkan aturan di rumah, serta batasan-batasan yang Anda berikan, serta rutinitas keluarga. Semua itu bisa meningkatkan perilaku anak menjadi lebih baik.


Sumber : theasianparentindonesia

Komentar

Postingan Populer