Creative Entrepreneur : Brand Puny Kepribadian Juga, Loh!
Layaknya manusia, ternyata brand pun seakan akan memiliki personality (kepribadian). Dalam memilih produk atau brand mana yang mau dibeli, seorang konsumen akan mencocokan kepribadian nya dengan kepribadian Brand itu sendiri.
Alasannya karena memilih Brand itu layaknya memilih istri/suami. Seseorang akan memilih istri/suami yang cocok dengan kepribadian masing-masing. Kalau tidak cocok pasti tidak akan jadi sampai ke pelaminan, atau lambat laun akan berujung perceraian. Begitulah kira-kira analoginya pada sebuah brand.
Mari kita ambil contoh ringan, coba tanyakan kepada diri Anda masing-masing mengapa dari sekian banyak merek laptop, Anda malah memilih merek Apple? Dari sekian banyak alasan, saya yakin alasan Anda adalah karena ingin tampil gaul, atau tampil out-of-the-box dan inovatif.
Atau mengapa Anda memilih laptop merek Fujitsu dibanding Apple? Jawabannya juga bisa diduga karena Anda tidak terlalu ingin terlihat gaul. Fungsi adalah yang utama.
Sampai disini dapat kita tarik kesimpulan singkat bahwa orang yang punya kepribadian ingin tampil gaul, out-of-the-box dan inovatif pasti akan 'meminang' brand Apple karena memiliki kepribadian sama seperti disebutkan. Sedangkan orang yang kepribadiannya utilitarian (mengedepankan fungsi dibanding citra) akan 'meminang' brand dengan produk yang fungsinya sesuai kebutuhan.
Sekarang coba jawab atau tebaklah, kira-kira brand dibawah ini memiliki kepribadian seperti apa?
Istilah Brand Personality atau Kepribadian merek ini dipopulerkan oleh Jenifer Aaker dengan publikasinnya pada tahun 1997. Ia meneliti bagaimana caranya kesesuaian (fitness) antara kepribadian manusia dan merek dapat diukur.
Dimulai dari publikasi Aaker inilah kemudian bermunculan berbagai kritik terkait skala pengukurannya hingga memicu berbagai versi pengukuran brand personality. Hingga bermunculan juga ekstensi variabel brand personality dengan berbagai konteks.
Ekstensi variabel brand personality yang masih fresh didunia akademik saat ini yaitu dengan mengkaitkannya dengan konsep Halal. Topiknya adalah Halal Brand personality. Prinsipnya sama, yaitu karena seseorang akan memilih brand sesuai kepribadiannya. Seorang konsumen yang religius dihipotesiskan akan memilih brand yang punya kepribadian 'Halal' atau 'Islami'.
Mari kita berikan contoh ringan. Kira-kira antara Bank konvensional dan Bank Syariah, dimanakah konsumen dengan kepribadian Islami dan religius akan menabung? Jawabannya tidak bisa digeneralisir sih, namun secara umum mereka akan lebih condong hatinya kepada Bank Syariah atau Bank yang tidak mengandung Riba didalamnya.
Satu contoh yang pasti adalah penulis sendiri. Setelah selesai sekolah S2, penulis sempat ditawari mengajar disalah satu PTS dengan gaji pokok Rp. 8 juta sampai 10 juta. Tawaran itu kami tolak karena merasa brand personality dari PTS tersebut tidak sesuai dengan personality kami.
Hingga akhirnya kami 'meminang' Universitas Islam Indonesia (UII). Yup, kepribadian kami cenderung Islami, dan bekerja untuk UII dengan brand personality yang Islami buat kami adalah keputusan yang tepat.
Coba lakukan analisis sendiri kepada diri Anda masing-masing!
Implikasi brand personality untuk pelaku bisnis terkait erat dengan strategi Segmenting, Positioning, dan Targeting.
Sumber : kompasiana
Alasannya karena memilih Brand itu layaknya memilih istri/suami. Seseorang akan memilih istri/suami yang cocok dengan kepribadian masing-masing. Kalau tidak cocok pasti tidak akan jadi sampai ke pelaminan, atau lambat laun akan berujung perceraian. Begitulah kira-kira analoginya pada sebuah brand.
Mari kita ambil contoh ringan, coba tanyakan kepada diri Anda masing-masing mengapa dari sekian banyak merek laptop, Anda malah memilih merek Apple? Dari sekian banyak alasan, saya yakin alasan Anda adalah karena ingin tampil gaul, atau tampil out-of-the-box dan inovatif.
Atau mengapa Anda memilih laptop merek Fujitsu dibanding Apple? Jawabannya juga bisa diduga karena Anda tidak terlalu ingin terlihat gaul. Fungsi adalah yang utama.
Sampai disini dapat kita tarik kesimpulan singkat bahwa orang yang punya kepribadian ingin tampil gaul, out-of-the-box dan inovatif pasti akan 'meminang' brand Apple karena memiliki kepribadian sama seperti disebutkan. Sedangkan orang yang kepribadiannya utilitarian (mengedepankan fungsi dibanding citra) akan 'meminang' brand dengan produk yang fungsinya sesuai kebutuhan.
Sekarang coba jawab atau tebaklah, kira-kira brand dibawah ini memiliki kepribadian seperti apa?
- Mc Donalds?
- Axe?
- Microsoft?
- Samsung?
- AirAsia?
- Lion Air?
- Garuda Indonesia?
- Universitas Gadjah Mada?
- Universitas Indonesia?
- Kompasiana?
Istilah Brand Personality atau Kepribadian merek ini dipopulerkan oleh Jenifer Aaker dengan publikasinnya pada tahun 1997. Ia meneliti bagaimana caranya kesesuaian (fitness) antara kepribadian manusia dan merek dapat diukur.
Dimulai dari publikasi Aaker inilah kemudian bermunculan berbagai kritik terkait skala pengukurannya hingga memicu berbagai versi pengukuran brand personality. Hingga bermunculan juga ekstensi variabel brand personality dengan berbagai konteks.
Ekstensi variabel brand personality yang masih fresh didunia akademik saat ini yaitu dengan mengkaitkannya dengan konsep Halal. Topiknya adalah Halal Brand personality. Prinsipnya sama, yaitu karena seseorang akan memilih brand sesuai kepribadiannya. Seorang konsumen yang religius dihipotesiskan akan memilih brand yang punya kepribadian 'Halal' atau 'Islami'.
Mari kita berikan contoh ringan. Kira-kira antara Bank konvensional dan Bank Syariah, dimanakah konsumen dengan kepribadian Islami dan religius akan menabung? Jawabannya tidak bisa digeneralisir sih, namun secara umum mereka akan lebih condong hatinya kepada Bank Syariah atau Bank yang tidak mengandung Riba didalamnya.
Satu contoh yang pasti adalah penulis sendiri. Setelah selesai sekolah S2, penulis sempat ditawari mengajar disalah satu PTS dengan gaji pokok Rp. 8 juta sampai 10 juta. Tawaran itu kami tolak karena merasa brand personality dari PTS tersebut tidak sesuai dengan personality kami.
Hingga akhirnya kami 'meminang' Universitas Islam Indonesia (UII). Yup, kepribadian kami cenderung Islami, dan bekerja untuk UII dengan brand personality yang Islami buat kami adalah keputusan yang tepat.
Coba lakukan analisis sendiri kepada diri Anda masing-masing!
Implikasi brand personality untuk pelaku bisnis terkait erat dengan strategi Segmenting, Positioning, dan Targeting.
- Segmen konsumen Anda dengan kepribadian yang sama dengan brand personality yang Anda jual (segmenting)
- Target konsumen yang sesuai dengan brand personality yang Anda jual (targeting)
- Posisikan brand Anda dimata konsumen supaya dipersepsikan fit dengan kepribadian konsumen (positioning).
Sumber : kompasiana
Komentar
Posting Komentar