Creative Parenting : Agar Anak Tidak Gampang Mengeluarkan Ancaman
Orang tua
bisa juga mengambil pelajaran dari kasus pelajar
putri di Medan, Sumatra Utara, yang mengaku anak pejabat BNN demi
menghindari proses tilang karena tak mengindahkan peraturan lalu lintas
beberapa waktu lalu, lho. Karena bukan tak mungkin, kita juga pernah mendengar
anak-anak kita menggertak teman mereka seperti itu: “Nanti kamu aku aduin ke
papaku. Papaku polisi, kamu bisa ditangkap dan dimasukin penjara!”
Mungkin hal itu terdengar lucu dan tidak membahayakan, karena yang mengucapkan adalah anak-anak. Namun, jika dibiarkan, maka bukan tidak mungkin, perilaku tersebut bisa menimbulkan masalah yang lebih besar bagi si kecil di mana mendatang. Kabar buruknya, perilaku tersebut dipelajari anak dari cara orang tua sendiri dalam menyelesaikan masalah, lho.
Lantas, apa yang harus dilakukan oleh orang tua? Di bawah ini adalah saran dari Putu Pradnya Dewi Andani, M.Psi., psikolog Rumah TigaGenerasi-Jakarta, yang bisa Anda terapkan di rumah:
Mungkin hal itu terdengar lucu dan tidak membahayakan, karena yang mengucapkan adalah anak-anak. Namun, jika dibiarkan, maka bukan tidak mungkin, perilaku tersebut bisa menimbulkan masalah yang lebih besar bagi si kecil di mana mendatang. Kabar buruknya, perilaku tersebut dipelajari anak dari cara orang tua sendiri dalam menyelesaikan masalah, lho.
Lantas, apa yang harus dilakukan oleh orang tua? Di bawah ini adalah saran dari Putu Pradnya Dewi Andani, M.Psi., psikolog Rumah TigaGenerasi-Jakarta, yang bisa Anda terapkan di rumah:
·
Observasi
merupakan salah satu cara anak belajar berperilaku. Agar anak tak belajar
menggunakan ancaman setiap kali merasa terpojokkan, Anda pun sebaiknya tidak
menunjukkan perilaku mengancam orang lain di depan anak, baik ancaman langsung
maupun mengancam dengan berbohong, mengatasnamakan orang lain yang berpengaruh.
·
Selalu
tanamkan dalam interaksi sehari-hari, orang tua terbiasa mengintrospeksi diri
setelah berbuat agresif, seperti marah dan berbicara keras kepada orang lain.
Terlebih, ketika hal tersebut dilihat oleh anak. Bila perlu, minta maaf atau
jelaskan kepada anak, jika hal tersebut tak benar.
·
Hindari
memberikan ancaman kepada anak agar mau melakukan sesuatu. Misal, mengatakan,
“Kalau kamu nggak mau makan, nanti Mama tinggal, ya!” Ancaman
itu akan diimitasi anak sebagai cara mendapatkan keinginan atau menyelesaikan
masalahnya kelak.
·
Tanamkan
empati atau kemampuan membayangkan/menempatkan diri pada posisi orang lain,
dalam diri anak sejak usia dini. Melalui empati, anak belajar tidak melakukan
hal yang tak dapat diterima oleh dirinya sendiri. Ia akan berpikir dahulu
sebelum mengancam, karena dirinya sendiri tentu tak mau diancam orang lain.
Komentar
Posting Komentar